Esai oleh Yuf Fernandez
Pertama kali terbit di Jurnal Sastra Filokalia, edisi Desember 2024
Mukjizat Terakhir (Dusun Flobamora, 2024) adalah antologi karya sastra perayaan perak imamat Romo Sipri Senda, berisi puisi dan prosa Romo Sipri bersama beberapa penulis lain seperti AN Wibisana, Amanche Franck, Christian Dan Dadi. Saya juga mengirim satu cerpen untuk antologi. Cerpen tersebut berjudul “Domi dan Bisikan Lukas”, yang pernah dimuat di Jurnal Sastra Santarang edisi Januari-Februari 2020 dengan judul “Tamu Mungkin Tidak Datang”. Ceritanya sederhana, ada Domi yang percaya pada kemampuan Lukas sebagai pendoa. Ia senantiasa meminta bantuan Lukas dalam berbagai urusan hidupnya. Dan ia percaya bahwa nasihat Lukas layak didengarkan karena bersumber dari Yang Maha Ilahi.
Kisah tentang pendoa, orang-orang yang memiliki kemampuan khusus berkat kesalehan dan hidup doa juga dapat ditemukan dalam dua cerpen lain dalam antologi ini. Pertama, dalam cerpen “Mukjizat Terakhir” Christian Dan Dadi yang dipilih sebagai judul antologi. Pastor muda dalam cerpen ini memiliki kemampuan untuk mengadakan mukjizat. Kemampuan ini menjadikannya senantiasa didatangi oleh banyak orang.
Pastor muda telah mengemban panggilan sebagai pendoa sejak masih berada di bangku pendidikan calon imam. Dalam kehidupan seminari, istilah ini diberikan kepada mereka yang sering berdoa dengan durasi cukup panjang di luar jam doa bersama. Dalam beberapa kasus, hingga larut malam atau sepanjang istirahat siang. Pastor muda kemudian memupuk kesalehan dengan berbagai cara seperti doa, mati raga, meditasi, dan sebagainya. Ia kemudian sampai pada suatu kesimpulan bahwa ia cukup saleh untuk berjalan di atas air. Tindakan itu untuk menguatkan iman umat yang ia kunjungi. Dan, benar saja, orang-orang percaya bahwa mukjizat itu nyata sebab ia berhasil selamat dari banjir besar berkat tertahan pada akar pepohonan.

Kedua, cerpen “Opa Kamatek dan Nona Fafetik” karya Cyprian Bitin Berek. Cerpen ini berbeda, sang pastor sebagai pendoa meragukan sendiri kemampuan yang diyakini oleh banyak orang dimilikinya. Opa Kamatek terus saja bercerita bahwa ia percaya kisah asmaranya berhasil karena doa sang pastor. Sang pastor meragukan itu semua. Ia sendiri terheran-heran dengan kisah asmara Opa Kamatek. Ia tidak percaya bahwa itu bisa terjadi, dan tidak merasa mendoakan itu semua.
Orang-orang lebih percaya pada Opa Kamatek. Banyak orang kemudian mencari pastor dengan permintaan yang kadang aneh-aneh. Puncak keanehan ada pada permintaan Oma Maek Katar. Ia percaya pada mimpinya dan memohon pastor untuk mendoakan agar mimpi tersebu terkabul. Sang pastor marah besar. Bukan karena merasa tidak bisa mendoakan itu, melainkan karena mimpi sang nenek. Ia bermimpi menikahi pangeran, dan pangeran tersebut adalah sang pastor.
Doa sebagai sarana percakapan dengan Yang Ilahi dilihat juga sebagai sarana permohonan intervensi instan dari Yang Mahakuasa atas realitas kehidupan. Tiga cerpen tersebut menghadirkan pola serupa. Doa yang mujarab adalah kekuatan yang dimiliki oleh segelintir orang untuk menjawabi kebutuhan banyak orang. Kesembuhan, petunjuk, jodoh, dan keinginan-keinginan lainnya.
Apakah setiap orang yang berdoa dengan tekun membawa dia pada suatu karunia khusus? Tentu tidak. Puisi Giovanni Arum dalam antologi ini setidaknya dapat dijadikan pembanding sekaligus penutup tulisan ini.
Kecup doa yang kautinggalkan
Di hening kening Kristus
Mengandung antiinflamasi.
Ia redam rasa sakit
Dari luka-luka Golgota.
(“Sancta Maria, 2”, hlm. 21)
Doa penuh iman mengantarkanmu pada kasih Tuhan. Selamat membaca dan berdoa.