Priamel dari Santarang

Mario F. Lawi

Komunitas Sastra Dusun Flobamora

Pertama kali terbit di Pos Kupang, 24 September 2024

Pada 30-31 Agustus 2024, Komunitas Sastra Dusun Flobamora mengadakan Festival Sastra Santarang keempat dengan tema “Ruang dan Raung”. Festival yang kepanitiaannya diketuai oleh Saddam HP tersebut terselenggara dengan dukungan Bantuan Pemerintah Bidang Kebahasaan dan Kesastraan: Penguatan Sastra Tahun 2024 dari Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta dana komunitas. Kegiatan diselenggarakan di empat lokasi: Seminari Tinggi Santo Mikhael, Seminari Menengah Santo Rafael, SMP Katolik St. Yoseph Naikoten, dan Aula Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Nusa Tenggara Timur. Festival dibagi dalam beberapa sesi paralel, dengan format seminar sastra, diskusi buku, lokakarya penulisan esai, serta dihadiri oleh para penulis dan praktisi kesenian baik yang bermukim di Nusa Tenggara Timur, maupun yang tinggal di luar Nusa Tenggara Timur.  Buku esai terbaru saya, Menemukan Priamel di Bulan, adalah salah satu dari empat buku terbitan terakhir Dusun Flobamora yang didiskusikan saat festival. Buku tersebut didiskusikan pada hari pertama festival, bersama buku Membongkar dari Dalam karya Adrianus Ngongo. Saya dan Adrianus Ngongo, dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan moderator Margaretha Luruk, membagikan wacana seputar buku dan proses kreatif penulisannya kepada para peserta yang hadir secara langsung, maupun yang menyaksikannya melalui kanal YouTube Komunitas Sastra Dusun Flobamora. Esai ini merupakan format tertulis dari gagasan-gagasan yang saya sampaikan secara lisan saat diskusi buku, berdasarkan pertanyaan pemantik dari moderator sesi kami.

Menemukan Priamel di Bulan diangkat dari esai berjudul sama dalam buku, sebuah esai pembacaan cepat terhadap puisi-puisi Alois A. Nugroho dalam buku puisi Kuharap Kau Menemukan Bulan terbitan Gramedia Pustaka Utama. Alois adalah salah satu penyair favorit saya. Meskipun bersifat pembacaan cepat, sebagaimana salah satu sifat esai (lebih ringkas dan kurang sistematis dibandingkan kritik sastra formal, meskipun tetap analitis, interpretatif dan kritis), esai tersebut justru bertumpu pada “priamel” sebagai titik pijaknya. Apa itu priamel, dan seperti apa contoh penggunaannya, dapat Anda baca sendiri dalam esai tersebut. Menemukan Priamel di Bulan digunakan sebagai judul untuk mewakili sifat kumpulan esai yang berurusan dengan aspek-aspek sastra dari sudut pandang personal dan sangat terbatas. Kekaguman saya terhadap Alois A. Nugroho, penyair yang saya bahas tersebut, bahkan membuat saya rela menunggu beberapa bulan untuk memperoleh izinnya mengutip beberapa puisinya dalam tulisan. Sayangnya, sebelum surel saya dibalas, beliau lebih dahulu berpulang. Untuk menghormati kepergiannya, meski telah mendapat izin tertulis dari penerbit, puisi-puisinya tidak saya cantumkan di esai pembahasan. Meskipun personal dan terbatas, esai tersebut pun pernah saya bawakan untuk anak-anak Seminari Menengah St. Rafael Oepoi ketika menjadi pengajar Teori Menulis. Versi populernya saya kembangkan dan terbit di rubrik “Opini” Pos Kupang, sebelum dibukukan. Dengan demikian, batas personal sebuah esai tetap juga mesti didukung oleh integritas dan kapasitas keilmuan sang esais.

Sebagaimana telah saya singgung dalam “Prakata” buku, sebagian besar esai dalam Menemukan Priamel di Bulan ditulis untuk kebutuhan publikasi, baik sebagai materi pengantar diskusi, sebagai bagian dari prolog dan epilog buku-buku yang dibahas, maupun sebagai esai lepas di media-media cetak dan daring—terutama Jurnal Sastra Santarang, media penyumbang tulisan terbanyak dalam buku tersebut. Esai-esai dalam Menemukan Priamel di Bulan dikelompokkan menjadi dua bagian besar. Bagian pertama berisi esai-esai yang merespons puisi, maupun yang merespons karya yang merespons puisi, dalam hal ini novel Madeline Miller yang bertolak dari puisi-puisi klasik Yunani dan Romawi. Bagian kedua adalah esai-esai yang merespons karya-karya selain puisi, entah buku cerpen, buku ulasan, novel, maupun karya pementasan. Karya-karya yang saya ulas biasanya merupakan karya-karya yang menarik perhatian saya, dan, terutama, terbuka untuk dikomentari berdasarkan keleluasaan tafsir yang bisa diberikan serta kapasitas yang saya miliki. Saya menulis lebih banyak ulasan daripada yang dimuat dalam buku ini, terutama ketika menjadi Pemimpin Redaksi Jurnal Sastra Santarang (Maret 2012—Desember 2016). Dengan demikian, pemilihan esai-esai dalam buku ini dilakukan berdasarkan kelayakan terbit—ada sejumlah esai sastra yang tidak saya masukkan karena kualitasnya lebih buruk dari esai-esai yang dikumpulkan dalam buku ini—dan berdasarkan tema—sebagian besar esai-esai tentang karya-karya sastra klasik dari periode Yunani dan Romawi, serta komentar atas karya-karya Dante, misalnya, tidak saya masukkan ke dalam buku ini, karena tulisan-tulisan tersebut direncanakan terbit dalam buku tersendiri. Contoh lain, sebagian besar esai yang merupakan komentar atas situasi dan catatan pengalaman bersastra, telah saya terbitkan dalam buku Rumah Kertas, Toko Buku dan Punica (2021).

Ambisi untuk menunjukkan aspek-aspek yang kurang diperhatikan pembaca lain tentu saja ada. Itu yang coba saya kerjakan, misalnya, ketika membahas karya-karya yang merujuk ke Alkitab, seperti puisi Gerson Poyk dan karya-karya Dami N. Toda, juga puisi-puisi Adimas Immanuel. Atau, ketika saya membahas novel Madeline Miller, dan merujuk langsung ke puisi Latin yang dirujuk oleh si penulis dalam bahasa aslinya. Juga, ketika membandingkan puisi-puisi Felix Nesi dengan puisi-puisi pastoral Vergilius. Perspektif semacam itu, tentu saja sulit untuk dimiliki para pembaca karya-karya yang dibahas tersebut yang berada di luar tradisi Kristiani maupun yang tidak mengakses karya-karya berbahasa Latin dalam bahasa aslinya. Atau, ketika membahas karya-karya para penulis NTT yang terbit dan beredar secara terbatas. Mencatat berbagai karya berarti juga ikut mempromosikan karya-karya tersebut kepada para pembaca esai. Esai saya tentang salah satu buku puisi Jefta Atapeni, yang pernah dimuat di Jurnal Sastra Santarang, misalnya, bahkan diminta sang penyair untuk disertakan dalam cetakan terbaru bukunya. Meskipun demikian, banyak pula esai dalam buku Priamel yang lebih berfungsi sebagai respons terhadap tenggat penerbitan, sehingga pertimbangan-pertimbangan pembacaannya justru lebih merupakan tanggapan terhadap referensi yang saya miliki untuk mengomentari ketimbang pertimbangan terhadap perspektif segar yang tidak dimiliki pembaca lain. Esai yang membahas buku puisi John Dami Mukese, misalnya, ditulis untuk memperingati hari kelahiran sang penyair. Esai-esai yang sebelumnya terbit dalam rubrik “Resensi” Santarang, contoh lain, lebih sering dikerjakan untuk mengisi kekosongan halaman rubrik lain, dengan panjang materi disesuaikan terhadap ketersediaan halaman Santarang.

Sebagai karya yang terpublikasi, respons pembaca tentu tidak dapat dihindari. Perbedaan respons adalah konsekuensi logis dari beragamnya referensi pembaca ketika berhadapan dengan karya yang mereka baca. Karena itu, saya menyambut baik berbagai tanggapan tersebut, terutama sebagai bahan masukan demi perbaikan di masa depan.

Jika hanya boleh menyampaikan satu harapan, maka itu adalah harapan bahwa pembaca mencari dan membaca karya-karya yang dirujuk dalam buku esai tersebut. Dengan demikian, dialog pembaca dengan karya-karya tersebut dapat menjadi lebih menyenangkan. Esai-esai dalam buku Menemukan Priamel di Bulan tentu saja hanya merupakan salah satu tawaran pembacaan dari seorang pembaca yang kebetulan lebih dikenal sebagai penulis. Para pembaca tentu memiliki pembacaan berbeda, dan akan menyenangkan jika pembacaan tersebut melahirkan tanggapan-tanggapan tidak hanya terhadap Menemukan Priamel di Bulan, tetapi juga terhadap karya-karya yang dikomentari dalam buku tersebut.  

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Shopping Cart
Scroll to Top